Mengenai Saya

Foto saya
jika saya menilai diri saya sendiri maka sudut subjektif akan selalu menemani dengan setia maka alangkah lebih baiknya pembaca blog saya yang menilai tentang saya.

Senin, 19 September 2011

PSSI dibawah Djohar Aripin


Semakin terlihat inkonsistensi PSSI yang dipimpin oleh Prof Djohar, format kompetisi yang awalnya dua wilayah akhirnya menjadi satu wilayah dan kembali menggunakan label “Indonesia Super League” sementara kasta kedua tetap menjadi nama Divisi satu, pelarangan jumlah nominal kontrak yakni Salary cap dan pembatasan pembelanjaan pemain juga dibatalkan karena hasil pemikiran pendek yang tidak digodok dalam rapat eksekutif PSSI. Liga Primer yang dibubarkan adalah langkah baik karena FIFA menganggap LP adalah Lega yang ilegal, dan dengan mencoba mengakomodir kepentingan  LP, klub-klub yang berbaung di bawah LP di haruskan merger dengan klub Divisi satu maupun dengan klub liga super.
Disini sangat terlihat sikap Djohar yang plin-plan adalah karena kepentingan yang dibawa oleh orang dibelakang layar, banyak yang berspekulasi AP dan JS adalah orang yang menjadikan Djohar ketua PSSI. Jargon awal Djohar sewaktu terpilih adalah menjaga persahabatan dan rekonsiliasi dengan rezim lama (Nurdin halid) Sikap Djohar yang terkadang mengambil keputusan sendiri itu akhirnya menjadi bumerang bagi dia sendiri. Tim nas yang menjadi imbas pertama yang paling merasakan kebijakan Djohar, yakni pemutusan kontrak secara sepihak pelatih tim nasional Alfred Riedl. Riedl dianggap tidak memmiliki kontrak dengan PSSI karena kontrak yang ia buat adalah dengan nama pribadi Nirwan Bakri bukan PSSI. Pemain Tim Nas merasa pergantian pelatih pada saat seminggu sebelum pertandingan Pra Piala Dunia 2014 antara Indonesia dan Turkmenistan adalah kesalahan, pemilihan Wim sebagai pengganti Riedl juga dianggap blunder, karena Wim belum mengetahui iklim sepakbola di Asia tenggara, walaupun ernah melatih PSM namun itu juga hanya 5 bulan. Walaupun akhirnya tim Indonesia berhasil lolos namun masyarakat lebih menilai karena peran asisten pelatih lebih berperan yakni coach RD.
Djohar  dihadapkan posisi sulit, dengan persoalan yang menumpuk seperti masalah Sponsor, masalah hak siar televisi. Yang pada awalnya kontrak antara ANTV selama 10 tahun, hak siar Liga Indonesia dimiliki oleh ANTV sekarang coba di lelang dengan stasiun televisi yang lain. Hal itu dapat kita lihat pada saat perpindahan hak siar Tim Nasional dari RCTI ke SCTV. Hasilnya?? Bisa kita lihat ketidak siapan SCTV dari segi visual dan komentator yang seolah melangit tidak membumi, memberikan angin syurga kepada pendengar.
Sekarang setelah format kompetisi telah dibentuk dengan satu wilayah, semoga komitmen Djohar dengan pembinaan usia muda dapat terealisasi, dengan membuat tim U-23 pada setiap klub profesional agar dapat menjadi stok regenerasi. Setelah membenahi kompetisi profesional jangan dilupakan kompetisi amatir, walau masih menggunakan APBD (karena sifatnya pembinaan) maka sudah barang tentu liga amatir ini bisa juga menyumbang pemain untuk Tim Nasional, karena paada hakikatnya liga yang digulirkan bermuara pada Tim Nasional.
Menuju agenda yang paling realistis adalah SEA GAMES, kompetisi cabang olahraga menjadi prioritas. Medali emas adalah harga mati yang diharapkan pemerintah Indonesia walaupun dengan persiapan secara umum sangat tersendat, 50 hari lagi akan opening namun jauh panggang dari api. Namun kita harus tetap optimis, dibawah asuhan coach RD tim U-23 mengalami perkembangan yang baik, kesulitan para pemain muda adalah jarang dimainkan di klub, namun hal itu dapat diakali dengan rentetan uji coba yang dijalani. Inilah persepakbolaan Indonesia, walau masih corat marut disana sini namun semoga menuju progres yang lebih baik, mungkin ini saatnya kita kembali menata persepakbolaan yang sempat berjaya dimasa lalu, seperti mengutip kata2 koran Bola “nyari...nyaris itu masih dikenang”. Dan ucapan BP “apakah Indonesia hanya nyaris...dan nyaris...?” tapi selama semangat masih ada kita pasti bisa...maju persepakbolaan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar