|
Bahasa Indonesia Bahasa Persatuan?? |
Saya masih
mengingat betapa sulitnya guru-guru bahasa Indonesia mengajarkan pelajaran
Bahasa Indonesia dari SD sampai SMA. Bahkan pelajaran Bahsa Indonesia cukup banyak memakan waktu
pelajaran dibanding mata pelajaran Agama, Sejarah maupun PKN (Pengertian dalam
bentuk sarkasme adalah, siswa dituntut mengerti Bahasa Induk dibanding latar
belakang serta norma dan agamanya).
Saya
mengingat konsep bahasa Indonesia pertama kali didengungkan ketika sumpah
pemuda ke II tahun 1928. Secara historis, bahasa indonesia tidak ada pada zaman
itu, bahasa yang dipakai adalah bahasa Melayu, bahasa melayu dipakai
dikarenakan pengguna bahasa tersebut tersebar dari pulau Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi dan Jawa. Namun untuk sebuah konsepsi negara persatuan yang disebut
dengan indonesia, maka para pemuda menggunakan imajinasi mereka untuk membuat
bahasa persatuan yang disebut dengan Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia
akhirnya dikenalkan pada tahun 1928 dalam bentuk imajinernya, semua yang hadir
dalam rapat Pemuda tersebut menerima dengan baik.
Bahasa
Indonesia adalah simbol perlawanan, bahasa Indonesia adalah anti thesis dari
bahasa Belanda (bahasa penjajah Kolonial) Bahasa Indonesia menjadi sebuah
simbol perlawanan ketika sistem kemapanan (baca: Penjajah) terus melakukan
ekploitasi dalam bentuk drainage
Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Manusia (SDA). Bahasa Indonesia
ditempatkan sebagai bahasa pemersatu, namun hanya sebagai simbol! bahasa
Indonesia kurang mendapat penelitian yang baik dikarenakan kesibukan pemimpin di Indonesia saat menjalani Perang
Dunia II. Kedatangan Jepang ke Indonesia membawa perubahan yang signifikan.
Bahasa Indonesiadiijinkan menjadi bahasa
pengantar, Bahasa Belanda menjadi terlarang, kiprah bahasa Indonesia naik saat
penjajahan Jepang dan akan dilanjut dengan paska kemerdekaan Indoneisa 1945.
Presiden
Indonesia pernah berkata, beliau lebih suka menulikan namanya dengan ejaaan
bahasa Indonesia yakni SUKARNO dibanding dengan ejaan Belanda yakni SOEKARNO,
walau dalam teks Proklamasi dia tetap menuliskan namanya Soekarno, tapi jelas
ini adalah simbol perlawanan dari seorang Sukarno terhadap pemerintah kolonial.
Bahsa Indoneisa mengalami perubahan pada masa Suwanti (sekitar tahun 1947an)
hingga menjadi ejaan yang di sempurnakan EYD (sekitar 1970an)
Ketika
memasuki masa moderen, Bahasa Indonesia mengalami kompleksitasnya tersendiri,
bahasa pemersatu ini mulai kehilangan perekatnya, hal ini dikarenakan adanya
bahasa pergaulan, bahasa pergaulan adalah budaya Populer yang selalu ada setiap
zamannya. Secara kasat mata, Bahasa Indonesia adalah bahasa teoritis, kaku,
penuh dengan aturan. Sementara itu bahasa pergaulan adalah bahasa praktek,
luwes, mempunyai kesan anti kemapanan. Bahsa Indoneisa mempunyai lawan yang
setimpal dengan kompleksitas geografisnya.
Jika kita
melihat apa yang terjadi di indoneisa mengapa ada persentase bahwa masyarakat
agak sulit memahami bahsaa Indonesia dikarenakan jarangnya digunakan bahasa ini
dengan baik dan benar, jikapun ada itu hanya ada di acara televisi TVRI yakni
BINAR (BERRBICARA BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR) saya melihat asumsi
bahwa nantinya bahasa Indoneia akan menjadi bahasa kedua dalam skala nasional
dikarenakan kalah populer dengan bahasa pergaulan.
Bahasa
pergaulan identik dengan anak muda yang mempunyai tingkat konsumtif tinggi
dalam menikmati hedonisme, mereka mencari jati diri dengan merubah kemapanan
bahkan dalam struktur bahasa serta cara berfikir, lalu jika saya ambil contoh setiap
kita melihat film, baik itu dilayar lebar maupun sinetron rata-rata mereka
menggunakan bahasa pergaulan seperti kata-kata yang sering keluar adalah “ngga”
“gue” “lu” semua itu merupakan bahasa pergaulan, jika ditelisik lebih lanjut,
bahasa tersebut adalah bahasa daerah di DKI Jakarta yakni bahasa Betawi, bahasa
Betawi yang tercampur dalam penambahan istilah asing serta pesingkatan kalimat
membuat sesuatu yang baru namun lama (jika kita ingat tahun 1990an ada bahasa
namanya bahasa prokem) sehingga budaya populer dalam bahasa ini bisa dikategorikan
kreativitas anak muda yang memandang Bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.
Bahasa
pergaulan adalah bahasa yang khas pada anak muda, mereka mencoba mengganti
tatanan yang baku dengan semangat mereka, sementara itu media massa juga turut
berperan mengakomodir kreativitas mereka, dalam hal ini kita tidak bisa
menyalahkan anak muda kreatif tersebut, jelas mereka mencoba menunjukan
eksistensinya. Memang dilema jika melihat apa yang terjadi dinegeri ini,
manusia-manusia kreatif sulit bergerak dinegeri ini, termasuk anak muda, jika
melihat para peneliti di Indonesia mereka lebih suka meneliti diluar karena
diberikan ruang, dana dan kebebasan smentara di indoneisa jarang! Dan jangan
kaget jika melihat anak STM banyak yang tawuran, hal itu dikarenakan bengkel
mereka tidak ada disekolah, sehingga mereka mencarinya dijalan.
Diakhir
penutup dari kesimpulan saya adalah, mempergunakan bahasa Indonesia adalah
sesuatu yang mutlak diperlukan, namun jka semua komponen masayarakat bahkan
pemerintahan menutup mata dengan mempergunakan bahasa pergaulan maka jangan
kaget jika di suatu saat nanti Bahasa Indonesia akan berganti bahasa pergaulan
dan menjadikan Bahasa Inggris menjadi nomer dua (karena Bahasa Inggris masuk
UN, Logikanya bahasa Inggris merupakan kebutuhan selain bahasa Indonesia) baru
bahasa Indonesia lalu disusul bahasa daerah masing-masing. Memang diperlukan
keseriusan dalam menagani masalah ini, dengan menggandeng media massa agar
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar maka secara aturan tertib sosial
masyarakat akat tergiring untuk melakukan evolusi habitat dengan melakukan
rotasi pemikiran dan ucapan. Semoga.