Mengenai Saya

Foto saya
jika saya menilai diri saya sendiri maka sudut subjektif akan selalu menemani dengan setia maka alangkah lebih baiknya pembaca blog saya yang menilai tentang saya.

Kamis, 25 Oktober 2012

“Berfikir positif”



                Hari ini saya sedang berfikir tentang binantang yang menyebut namanya saja sudah dianggap tidak sopan. Binatang ini adalah “maaf” Anjing maupun Babi. Jika kita boleh fair, apa yang salah dengan binatang ini?? Apakah mereka berbuat salah yang fatal sampai manusia selalu mendeskriditkan mereka?? jika, seandainya ada komnas binatang mungkin kedua binatang ini yang akan mempelopori Hak Asasi mereka.
mari berfikir positif
                Saya selalu berfikir kenapa mereka dianggap sebagai binatang  yang buruk, pertama adalah sikap hidup mereka, Binatang ini termasuk kategori yang jorok, namun jika lihat diperkampungan maka saya banyak melihat binatang ini berkeliaran dimana-mana, anjing dan babi saling berteman dengan baik. Tapi apakah penduduk desa termasuk kumpulan masyarakat yang jorok?? Tentu tidak, masyarakat pedesaan mempunyai kearifan lokal yang bagus, mereka bisa menjaga hutan dengan baik dibanding dinas yang berwajib.
                Kembali kemasalah kedua binatang ini, saya bahkan pernah mendengar joke atau lelucon, kenapa babi jika berjalan dengan menunduk?? Jawabannya karena malu karena orang tuanya babi?!?! What??? That something wrong guys! Tapi jika telisik lebih jauh, jika faktanya seperti itu maka lebih bagus moral babi dibanding manusia, manusia tidak pernah malu melakukan korupsi (bahkan sudah tertangkap basah masih saja mengelak dengan berbagai cara).
                Bagaimana dengan segi manfaat binatang ini?? Dalam agama Islam diharamkan memakan ke dua jenis binatang ini. Dikarenakan banyaknya virus yang terkandung dalam tubuh mereka, menurut penelitian terdapat 25 virius yang terkandung dalam tubuh babi. Namun jika kita lihat kembali, kedua binatang ini juga mempunyai sisi positif, loyalitas sang anjing terhadap tuannya tak bisa diragukan lagi (lihat contoh film; Air Bud), maka kita harus tempatkan suatu masalah sesuai dengan tempatnya. Tidak mungkin semuanya mengandung negatif, pasti ada sisi positifnya. Inilah yang harus kita kaji sebagai manusia normal.
               

Rabu, 05 September 2012

BAHASA INDONESIA VS BAHASA PERGAULAN

Bahasa Indonesia Bahasa Persatuan??

            Saya masih mengingat betapa sulitnya guru-guru bahasa Indonesia mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia dari SD sampai SMA. Bahkan pelajaran Bahsa Indonesia cukup banyak memakan waktu pelajaran dibanding mata pelajaran Agama, Sejarah maupun PKN (Pengertian dalam bentuk sarkasme adalah, siswa dituntut mengerti Bahasa Induk dibanding latar belakang serta norma dan agamanya).
            Saya mengingat konsep bahasa Indonesia pertama kali didengungkan ketika sumpah pemuda ke II tahun 1928. Secara historis, bahasa indonesia tidak ada pada zaman itu, bahasa yang dipakai adalah bahasa Melayu, bahasa melayu dipakai dikarenakan pengguna bahasa tersebut tersebar dari pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Namun untuk sebuah konsepsi negara persatuan yang disebut dengan indonesia, maka para pemuda menggunakan imajinasi mereka untuk membuat bahasa persatuan yang disebut dengan Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia akhirnya dikenalkan pada tahun 1928 dalam bentuk imajinernya, semua yang hadir dalam rapat Pemuda tersebut menerima dengan baik.
            Bahasa Indonesia adalah simbol perlawanan, bahasa Indonesia adalah anti thesis dari bahasa Belanda (bahasa penjajah Kolonial) Bahasa Indonesia menjadi sebuah simbol perlawanan ketika sistem kemapanan (baca: Penjajah) terus melakukan ekploitasi dalam bentuk drainage Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Manusia (SDA). Bahasa Indonesia ditempatkan sebagai bahasa pemersatu, namun hanya sebagai simbol! bahasa Indonesia kurang mendapat penelitian yang baik dikarenakan kesibukan  pemimpin di Indonesia saat menjalani Perang Dunia II. Kedatangan Jepang ke Indonesia membawa perubahan yang signifikan. Bahasa Indonesiadiijinkan  menjadi bahasa pengantar, Bahasa Belanda menjadi terlarang, kiprah bahasa Indonesia naik saat penjajahan Jepang dan akan dilanjut dengan paska kemerdekaan Indoneisa 1945.
            Presiden Indonesia pernah berkata, beliau lebih suka menulikan namanya dengan ejaaan bahasa Indonesia yakni SUKARNO dibanding dengan ejaan Belanda yakni SOEKARNO, walau dalam teks Proklamasi dia tetap menuliskan namanya Soekarno, tapi jelas ini adalah simbol perlawanan dari seorang Sukarno terhadap pemerintah kolonial. Bahsa Indoneisa mengalami perubahan pada masa Suwanti (sekitar tahun 1947an) hingga menjadi ejaan yang di sempurnakan EYD (sekitar 1970an)
            Ketika memasuki masa moderen, Bahasa Indonesia mengalami kompleksitasnya tersendiri, bahasa pemersatu ini mulai kehilangan perekatnya, hal ini dikarenakan adanya bahasa pergaulan, bahasa pergaulan adalah budaya Populer yang selalu ada setiap zamannya. Secara kasat mata, Bahasa Indonesia adalah bahasa teoritis, kaku, penuh dengan aturan. Sementara itu bahasa pergaulan adalah bahasa praktek, luwes, mempunyai kesan anti kemapanan. Bahsa Indoneisa mempunyai lawan yang setimpal dengan kompleksitas geografisnya.
            Jika kita melihat apa yang terjadi di indoneisa mengapa ada persentase bahwa masyarakat agak sulit memahami bahsaa Indonesia dikarenakan jarangnya digunakan bahasa ini dengan baik dan benar, jikapun ada itu hanya ada di acara televisi TVRI yakni BINAR (BERRBICARA BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR) saya melihat asumsi bahwa nantinya bahasa Indoneia akan menjadi bahasa kedua dalam skala nasional dikarenakan kalah populer dengan bahasa pergaulan.
            Bahasa pergaulan identik dengan anak muda yang mempunyai tingkat konsumtif tinggi dalam menikmati hedonisme, mereka mencari jati diri dengan merubah kemapanan bahkan dalam struktur bahasa serta cara berfikir, lalu jika saya ambil contoh setiap kita melihat film, baik itu dilayar lebar maupun sinetron rata-rata mereka menggunakan bahasa pergaulan seperti kata-kata yang sering keluar adalah “ngga” “gue” “lu” semua itu merupakan bahasa pergaulan, jika ditelisik lebih lanjut, bahasa tersebut adalah bahasa daerah di DKI Jakarta yakni bahasa Betawi, bahasa Betawi yang tercampur dalam penambahan istilah asing serta pesingkatan kalimat membuat sesuatu yang baru namun lama (jika kita ingat tahun 1990an ada bahasa namanya bahasa prokem) sehingga budaya populer dalam bahasa ini bisa dikategorikan kreativitas anak muda yang memandang Bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.
            Bahasa pergaulan adalah bahasa yang khas pada anak muda, mereka mencoba mengganti tatanan yang baku dengan semangat mereka, sementara itu media massa juga turut berperan mengakomodir kreativitas mereka, dalam hal ini kita tidak bisa menyalahkan anak muda kreatif tersebut, jelas mereka mencoba menunjukan eksistensinya. Memang dilema jika melihat apa yang terjadi dinegeri ini, manusia-manusia kreatif sulit bergerak dinegeri ini, termasuk anak muda, jika melihat para peneliti di Indonesia mereka lebih suka meneliti diluar karena diberikan ruang, dana dan kebebasan smentara di indoneisa jarang! Dan jangan kaget jika melihat anak STM banyak yang tawuran, hal itu dikarenakan bengkel mereka tidak ada disekolah, sehingga mereka mencarinya dijalan.
            Diakhir penutup dari kesimpulan saya adalah, mempergunakan bahasa Indonesia adalah sesuatu yang mutlak diperlukan, namun jka semua komponen masayarakat bahkan pemerintahan menutup mata dengan mempergunakan bahasa pergaulan maka jangan kaget jika di suatu saat nanti Bahasa Indonesia akan berganti bahasa pergaulan dan menjadikan Bahasa Inggris menjadi nomer dua (karena Bahasa Inggris masuk UN, Logikanya bahasa Inggris merupakan kebutuhan selain bahasa Indonesia) baru bahasa Indonesia lalu disusul bahasa daerah masing-masing. Memang diperlukan keseriusan dalam menagani masalah ini, dengan menggandeng media massa agar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar maka secara aturan tertib sosial masyarakat akat tergiring untuk melakukan evolusi habitat dengan melakukan rotasi pemikiran dan ucapan. Semoga.      

Rabu, 22 Agustus 2012

Pengacara Koruptor

Media massa memang sangat jeli melihat fenomena jejaring sosial, kasus teranyar adalah tentang Denni Indrayana yang notabene sebagai wakil menteri hukum dan ham berceloteh di twitter, dia mengatakan bahwa pengacara yang membela koruptor adalah koruptor juga, karena dibiayai oleh uang koruptur dan membela koruptor yang pastinya salah. Secara satu sudut pandang memang betul!! Tapi ada pembelaan dari para pengacara yang menangani kasus korupsi, “bukankah kami(pengacara) tidak tahu siapa calon klien kami?”.
Denny indrayana
            Jelas ini menarik buat saya pribadi, karena melihat sepak terjang Denni sebagai orang yang disebut “pencari ulah” oleh para advokat senior karena kelakuannya yang nyeleneh. Saya mencoba mencari siapa sebenarnya Denni ini?? Bagaimana dengan prestasi akademiknya??  Yang saya dapat dari wikipedia yang diakses pada tanggal 22 bulan Agustus 2012 adalah:
            Denny Indrayana (lahir di Kotabaru, Kalimantan Selatan, 11 Desember 1972; umur 39 tahun) adalah seorang aktivis dan akademisi Indonesia yang sejak 19 Oktober 2011 diangkat menjadi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Denny adalah Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada. Dia juga merupakan salah satu pendiri Indonesian Court Monitoring dan Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Saat ini, sejak September 2008, Denny menyelesaikan studi sarjana hukumnya di UGM, sebelum melanjutkan program master dari Universitas Minnesotta, AS, dan program doktor dari Universitas Melbourne, Australia.
            Setelah melihat jejak rekam akademik Denny saya akan fokus terhadap issu yang ia buat mengenai pengacara koruptor, pengacara koruptor terbagi menjadi dua yakni pengacara yang membabi buta membela kliennya walaupun secara kasat mata ia adalah koruptor dan pengacara yang dibiayai oleh uang koruptor, sungguh ironi memang apa yang terjadi di negeri ini, kemandulan Polisi dan Kejaksaan mengakibatkan kehadiran KPK dan orang sekaliber wakil menteri Hukum dan Ham hanya bisa bertaring di Twitter?? Padahal ketika beberapa hari yang lalu pemilik kasus korupsi (Gayus Tambunan) mendapatkan Remisi hari raya 4 bulan, hanya karena berkelakuan baik dipenjara?? Baik?? Bukankah Gayus jarang dipenjara??(mudah-mudahan cuma prasangka)
            Saya tidak memihak pengacara yang dituduh oleh Denni, saya juga tidak memihak kepada Denni, saya hanya berpijak kepada kebenaran, dan kebenaran apa yang saya maksud??kebenaran untuk berkata benar dan tepat!! Denni mungkin benar tapi tidak tepat, dan pengacara yang dimaksud tepat tapi tidak benar. Semoga kicauan twitt tidak semakin memanas sehingga permasalahan bangsa ini mengenai korupsi bisa terselesaikan.

Selasa, 07 Agustus 2012

PEDAGANG KAKI LIMA GARDA DEPAN PEREKONOMIAN NASIONAL



            Ketika sedang melewati ibu kota maupun kota-kota besar, apa yang sering anda dilihat ditepi – tepi jalan??Pedagang kaki lima. Iya, pedagang kaki lima adalah  istilah yang digunakan untuk mendefinisikan pedagang yang berjualan dipinggir jalan. Saya sempat berfikir mengenai ekonomi makro ketika melihat jumlah para pedagang yang massif ini.
            Sejauh ini para pedagang kaki lima dianggap sebagai penyakit masyarakat dan secara kasar disamakan seperti gepeng (gembel dan pengemis) mengapa demikian? Lihat SatPol PP mengejar penjaja kaki lima di pinggir jalan ketika melakukan razia!berapa kalipun mereka merazia akan ada kaderisasi yang baru, razia bukanlah solusi terbaik untuk masalah penyakit masyarakat, dan apalagi mengkategorikan pedagang kaki lima termasuk dalam penyakit sosial.
            Sebenarnya apa yang kurang benar dalam industri ekonomi kita?? Jawabnya simple namun solusinya sulit. Menurut saya jawabannya adalah ketidak berpihakan pemerintah terhadap usaha kecil dan dikarenakan dari pasar liberal dinegara kita. Solusinya dalah dengan berpihak kepada rakyat kita, mengapa saya bilang sulit?? Ketika modal asing menancapkan kukunya di indonesia, artinya akan ada perjanjian yang harus disetujui, dan menurut hukum ekonomi yaitu “mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan menghindari kerugian sekecil-kecilnya” dan inilah yang dilakukan pihak asing dengan memberikan modal dengan syarat-syarat tertentu yang pastinya merugikan usaha rakyat kecil.
            Padahal jika kita perhatikan betapa survive manusia Indonesia! Walau terkena krisis, mereka tetap mampu beradaptasi dengan situasi yang ada, lihat dimana mereka “disuruh” mengkonversi minyak tanah ke Gas, mereka memakan sagu saat beras sulit ditemukan,  lihat bagaimana mereka bertahan hidup dengan segala keterkurangan dimana-mana.
            Hal inilah yang menginspirasi pedagang kaki lima meng-improve semua hal agar bisa bertahan hidup. Baik dari membayar retribusi kepada pemda maupun kepada preman-preman pasar. Semua dilakukan demi bertahan hidup, jika kita bandingkan dengan para pemodal asing tentu para pedagang kecil ini tidak ada apa-apanya, namun jika jauh bervisi, maka pedagang kecil ini bisa dijadikan aset garda terdepan dalam perekonomian nasional, baik dalam bentuk kuliner maupun garmen. Seperti yang dilakukan pemerintah Cina dengan home industri, mengapa kita tidak tiru?? Namun sekali lagi diperlukan pemerintah yang tegas untuk menentukan sikap.
            Sekali lagi saya berfikir bahwa sebenarnya apakah pemerintah serius meningkatkan perekonomian rakyat?? simbol perekonomian rakyat adalah usaha kecil, negara kita bukan berpaham kapitalis, namun pancasilais dimana dalam sila kelima disebutkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, mari bersama-sama berfikir kritis dalam menentukan sikap terhadap modal asing, saya bukan anti modal asing, namun jika untuk merugikan bangsa kita, tentu kita tolak.  

Kamis, 12 Juli 2012

Pemilukada Jakarta

(Menariknya Pemilu mini metropolitan)

Hanya ada satu kata yakni, MENARIK!! Setelah saya mengamati dan menelaah apa yang terjadi maka ada fakta politik yang terjadi pada saat Pemilukada Tanggal 11 Juli 2012. Pertama, banyaknya para calon pendaftar sebagai Bakal Calon sehingga terkompres menjadi enam calon Gubernur dan wakil gubernur. Jelas, dengan enam calon ini merupakan refleksi kota jakarta yang plural dan tidak seperti pemilukada kemarin yang cuma dua pasang calon. Kemudian yang mencalonkan diri adalah macan-macan Partai. Siapa yang tidak kenal Alex Noerdin? Hidayat Nur Wahid, Jokowi dan tentunya incombent Fauzi Bowo?? Dan kedua, munculnya poros (independen) yakni Faisal dan Hendarmaji. Independen sebagai sarana penduduk Jakarta yang sudah tidak percaya pada orang partai (tentu orang partai gusar, karena ini dianggap pemecah suara mereka) ketiga pada masa kampanye dan sesudah kampanye, banyak pihak yang menggunakan media on line sebagai propaganda, jelas ini sudah menunjukkan warga jakarta melek dengan teknologi, sehingga KPU tidak bisa menindaklanjuti kejadian tersebut karena hal itu tidak diatur dalam undang-undang KPU. Keempat, baru beberapa jam bilik suara di tutup tapi hasil quick count sudah memberitahukan bahwa pasangan Joko wi dan Ahok menjadi peringkat pertama lalu Fauzi dan Nachrowi menjadi peringkat dua, dan perolehan suara mereka dibawah dari 50%  sehingga harus dilakukan pemilukada putaran ke dua.
joko wi dan ahok sang fenomenal dari solo
Saya tertarik dengan sosok Joko wi, Joko wi harus banyak berterima kasih kepada media massa. Saya menggangap jika Joko wi (memang) menang di tahap awal adalah keinginan media massa. Publik atau pemilih tergantung media massa.! Media televisi sering sekali membicarakan mobil SMK (sebelum Joko wi maju menjadi calon Gubernur) atau melawan atasan saat membela PKL untuk tidak mendirikan pusat perbelanjaan kapitalis disuatu tempat. Sementara Foke kurang mendapat apresiasi media massa, dan monumen untuk mengingat beliau juga nyaris tidak ada sehingga kurang mendapat memori bersama. Media massa memberikan wacana segar tentang Joko wi, media memberikan sesuatu yang dianggap rasional dengan memberikan contoh kota yang telah ia pimpin, serta tingkat kepercayaan oang-orang kecil didaerah tersebut.
faisal-biem calon indipenden
Terlepas dari peran media massa, peran partai juga sangat besar, lihat betapa kuatnya solidaritas PKS terhadap Hidayat Nur Wahid?! Tapi sisi menarik dari Golkar yang tidak mendapat banyak suara pada pasangan Alex-Nono dan dibawah dari pasangan non partai seperti Faisal-Biem. Lalu Fauzi tidak mendapatkan suara mayoritass dikarenakan dilema dari partai pendukung mereka yakni Demokrat. Tapi Joko wi yang “terkesan” tidak peduli dengan partai malah mendapatkan nilai tertinggi menurut quick count. Tapi apakah yang terjadi dengan partai-partai ini? Mengapa menurunkan macan-macan partai??apakah terkait dengan Pemilu 2014?? Atau ingin menguasai sentral pemerintahan?? Atau mengamankan lahan basah?? Atau memang benar-benar mempunyai niat tulus membereskan jakarta walaupun berasal dari luar jakarta??(luhur sekali cita-cita mulai itu)
PKS punya peran penting di Pemilukada putaran 2
Lalu kemudian masalah golput juga masih tinggi, sekitar 30 persen lebih, artinya jika kita lihat ,banyak pemilih yang “sebenarnya” masih ragu dengan kapasitas pencalon maupun “apatis” dengan keadaan yang ada dengan contoh berlibur (karena bertepatan pencoblosan dengan libur sekolah). Yang pasti, dengan jumlah golput yang begitu besar serta pendistribusian kartu pemilih ataupun curat marutnya pemilukada, harus menjadi koreksi dari KPUD Jakarta.
Baiklah, sekarang kita siap menuju putara kedua jika hasil quick count benar adanya, tapi kita harus menunggu tanggal 20 Juli 2012 untuk kepastian yang resmi dari KPUD Jakarta. Jika memang benar apa yang terjadi tadi maka saya berpikir akan ada gubernur baru (jika) salah satu pasangan calon berhasil menggaet PKS atau mengharap suara dari para pemilih Independen memilih mereka. tapi saya berfikir pemilih Jakarta cukup pintar dengan mengharap “media massa” sebagai penerang wacana mereka, jadi menurut pendapat pribadi saya, yang menentukan pemenang pemilukada putaran kedua adalah media massa bukan partai.!

Sabtu, 09 Juni 2012

Kritik (sedikit) metode guru berdiskusi


Dalam pendidikan disekolah sering kalanya guru melakukan metode diskusi untuk menciptakan pembukaan keran pikiran. Negara kita memang negara demokrasi tapi sayang negara yang kita banggakan ini nampaknya malu-malu dalam menjalankan demokrasi dalam bidang pendidikan. Saya jadi teringat buku Soe Hok Gie tentang diskusi yang terjadi antara guru dan murid
Ketika kelas III mulai aku sudah janji tak mau debat lagi dengan dia. Aku akan pasif saja selama berada dikelas. Tapi dia nyuruh aku. Terpaksa, adu lidah pula, walaupun sedikit. Dia tanya tentang kebudayaan Trinil. Ada yang jawab itu kebudayaan setengah manusia dan setengah kera. (sejak kapan kera berkebudayaan? Apakah memetik buah dengan tangan oleh kera sama dengan kebudayaan?). dia lalu tanya padaku. Aku bilang tak tahu tentang kebudayaan Trinil. Sebab Phithecantropus erectus tidak meninggalkan benda budaya. Kita mendapati makhluk yang sama (homo pekinensis) yang meningallkan benda-benda budaya. Jadi mungkin Kebudayaan Trinil sama dengan kebudayaan Homo pekinensis. Tapi dia bilang itu kurang benar. Pokoknya ia memutar-mutar. Aku diam saja, nanti dia marah kalo aku sebut benar-benaran. (catatan seorang demonstran – soe hok gie)
soe hok gie
Ini adalah contoh diskusi yang terjadi ditahun 1960 pada zaman Soe Hok Gie, selazimnya seorang guru, seharusnya mempunyai sesuatu yang lebih. Lebih paham, lebih pintar dan lebih bijak. Namun apa yang terjadi di diskusi tersebut, si guru hanya mencari kesalahan siswa dan tiada yang lebih jahat daripada “menjatuhkan siswa didepan teman-teman”. Dalam sosiologi ada sebuah teori labeling, yaitu menjadikan label atau trend mark seseorang. Dalam hal ini kita bisa melihat si murid yang mempunyai pemikiran berbeda dengan si guru malah dijatuhkan lalu dianggap “pembangkang”.
Dalam metode diskusi, guru dituntut mempunyai pengetahuan yang mumpuni, tidak ketinggalan jaman dan mampu mendalami bahasa siswa. Saya ambil contoh, berapa jumlah skripsi yang ada di Universitas di jakarta?? Apakah itu merubah cara pikir penduduk jakarta?? Tidak!! Karena skripsi itu menggunakan bahasa baku atau ilmiah sehingga sulit bagai masyarakat menguyah hasil penelitian tersebut. Karena sejatinya orang pintar adalah bukan karena title S1 sampai Profesor, tapi yang mampu menterjemahkan bahasa ilmiah ke bahasa sehari-hari. Sehingga skripsi atau makalah maupun paper bisa berguna dalam kehidupan sosial, lalu kembali ke masalah diskusi, sebagai tenaga guru yang profesional kita juga harus mampu mengerti dengan bahasa anak sekarang (modern) sehingga lebih mudah memberikan materi kepada mereka dan yang pasti jangan mengadili suatu statement tapi lebih baik menggiring sebuah opini agar menjadi wacana yang bisa didebatkan, itulah isi maksud diskusi. Bisa jadi murid lebih tahu dari guru karena dunia internet (baca ; Global )Tidak ada yang final dalam diskusi, dan memang tidak ada yang final di pengetahuan sosial. Karena semua akan selalu *berdialektika.

*meminjam istilah Marx