Mengenai Saya

Foto saya
jika saya menilai diri saya sendiri maka sudut subjektif akan selalu menemani dengan setia maka alangkah lebih baiknya pembaca blog saya yang menilai tentang saya.

Selasa, 29 Mei 2012

Pendidikan Indonesia (sebuah refeleksi)



Masa depan bangsa terletak pada tangan kreatif generasi muda”
– Prof Dr S Nasution. M.A

 
  Tulisan ini dimulai dari kata-kata sebuah buku mengenai pendidikan bangsa ini. Tulisan mengenai sistem pendidikan Indonesia yang nampaknya hanya berjalan ditempat atau malah terdegradasi?? Menyikapi dengan adanya Ujian Nasional yang notabenenya adalah sebuah produk kegagalan sistem yang (terus) dilestarikan. Saya mengambil sikap bahwa pendidikan indonesia jauh dari kata ideal.
kata-kata yang sangat humanis
Pendidikan Indonesia sudah jauh ada sebelum negara ini ini terbentuk pada tahun 45. Pada zaman kerajaan Sriwijaya sudah ada lembaga pendidikan Universitas Nalanda, kemudian pada zaman penjajahan Belanda, para penduduk menimba ilmu kepada pemuka agama dengan cara mondok atau menginap, sementara pada zaman pendudukan Jepang pendidikan mulai terfokus kepada pelajaran kinestetik dikarenakan sistem pendidikan Jepang yang mendahulukan fisik. Kemudian pada zaman pasca revolusi pendidikan Indonesia sangat erat dengan muatan politik, Orde Lama contohnya, menitik beratkan kepada pendidikan politik sementara Orde Baru mencoba menstabilkan pendidikan kepada ekonomi. Setelah peristiwa tragedi 1998 mulailah paradigma pendidikan berubah. Gaya khas tentara (otoriter) diubah menjadi humanis. Kendala anggaran 20% nampaknya tiada jadi masalah ketika pemerintah berhasil mengucurkan dana sesuai amanat UU tersebut.
  Pendidikan Indonesia terlihat seperti akan lepas landas, namun apa yang terjadi?? Jauh api dari pada panggang, apa yang diinginkan jauh dari kenyataan, kita nilai dari segi fisik bangunan sekolah, apa yang ada di pulau Jawa berbeda dengan Nusa Tenggara Timur, atau tidak usah jauh-jauh, bandingkan sekolah yang ada di Jakarta dan pinggiran Jakarta. Kemudian kemana dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah)?? Banyak penyimpangan yang terjadi, bahkan dalam lembaga survei di jabarkan bahwa sektor pendidikan memasuki daftar 4 besar dalam hal korupsi! Lalu mari kita telisik kepada kualitas seorang guru, dengan bermodal sertifikasi maka seorang guru akan dianggap kompeten dan mumpuni sehingga mendapat tunjangan! Ya saya tidak munafik kita semua butuh uang, tapi jika melihat semua dengan money oriented lebih baik jangan menjadi guru, jadilah pegawai bank! (mengacu pada asumsi bahwa pegawai bank berpenghasilan diatas rata-rata). Lalu yang terakhir adalah masalah Ujian Nasional, hal ini saya pikir Indonesia belum siap! Dengan problematika yang ada UN seharusnya hanya menjadi sebuah indikator ketuntasan belajar, jangan sebagai judgement maupun sebagai penilaian akhir sebuah pendidikan. Apakah kita lupa bahwa waktunya anak-anak adalah bermain?? Dan apakah kita lupa bahwa anak mempunyai 8 kecerdasan berfikir. Kita memang membutuhkan orang yang pintar seperti Habibi, namun kita juga butuh orang seperti Bambang Pamungkas, ataupun Butet. Jika semua anak-anak digiring opininya menjadi Einstain maka apa guna Tuhan membuat manusia bermacam-macam.
  Bangsa ini harus tersadar bahwa sistem pendidikan kita telah salah, pendidikan saat ini telah menyebabkan kebudayaan kreatif dalam hal negatif, lihatlah banyak siswa yang bangga karena lulus UN dengan mencontek, dan lihatlah mereka yang tragis tidak mau mencontek tapi tidak lulus?! Ironi?? Kelaziman?? Atau sebuah kepastian?? Ironi karena berbuat jahat untuk mendapatkan sesuatu, kelaziman karena inilah hidup, penuh kemunafikan dan kepastian karena manusia jujur sedikit jumlahnya?! Inilah refleksi pendidikan kita. Pendidikan INDONESIA.        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar