Di abad 20-an banyak sekali pemikiran yang berkembang, dari paham
liberalisme muncul kapitalisme yang membicarakan masalah ekonomi serta muncul
pula Sosialisme yang membahas kaum buruh yang menjadi korban dari kapitalisme
lalu muncul pula pemikiran Komunisme sebagai bentuk ekstrim dari sosialisme.
Semua pemikiran ini berada di Eropa. Penjajahan Belanda di Indonesia juga
membuat pemikiran politik di Eropa sampai di Indonesia. Para akademisi yang
belajar di Belanda seperti Sutan Sjahrir dan Muhammad Hatta turut serta
menyakini paham sosialisme sebagai pandangan berpolitik. Sukarno sebagai bapak
Nasionalisme mendirikan partai Nasional dan menjadikan Marhaenisme sebagai
landasan berfikir (Marhaen adalah konsep proletar Indonesia, beda Proletar dan
Marhaen adalah alat produksi. Proletar tidak memiliki alat produksi, sedangkan
Marhaen mempunyai alat produksi tapi tetap miskin). Dari tokoh Komunis terdapat
Tan Malaka yang menjadi orang nomer satu dicari oleh pemerintah kolonial
Belanda karena kegiatannya yang mengkordinir pemogokan massal di Semarang serta
Surabaya. Selain Tan Malaka ada pula Musso serta Semaoen. Mereka adalah
orang-orang Komunis yang menjadi pemimpin PKI. Selain Komunis terdapat pula
kaum agamawan yang membuat organisasi seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama
seperti KH ahmad Dahlan dan Hasyim Asyari.
|
Sutan Sjahrir |
Setelah
Indonesia mencetuskan kemerdekaan pada tahun 1945 para pemimpin nasional dari
berbagai ideologi mengisi kabinet yang berbentuk parlementer. Pertarungan
ideologi dan gagasan tidak berhenti dalam bentuk pikiran, kadang kekerasan di graas-root juga mempengaruhi. Situasi
yang revolusioner mempengaruhi cara pikir serta tindakan para pemimpin
nasional. Belanda yang menginginkan kembali menjajah Indonesia juga memperalat
orang-orang Indonesia agar membatu Belanda melemahkan Indonesia dari bidang
militer dan ekonomi.
Tahun 1960-an
adalah bentuk jelas polarisasi pemikiran. Sukarno yang saat itu menjadi
Presiden mencetuskan ide lama mengenai Nasakom (Nasional Agama Komunis). Walau
nanti pada tahun 1965 PKI melakukan kudeta sehingga membuat efek Sukarno harus
menyerahkan jabatan presiden kepada Soeharto namun ide integrasi bangsa melalui
Nasakom tetap harus diapresiasi.
|
Partai Komunis Indonesia |
Tahun 1970-an
partai politik mulai dikerdilkan, yang awalnya sejumlah 10 menjadi 3 partai
dengan asas mutlak yakni Pancasila. Ideologi Komunis menghilang dengan adanya
Tap MPRS yang melarang membuat Partai Komunis. Sementara itu golongan Agama
terpusat menjadi satu Partai yakni PPP walaupun diwajibkan menerima Pancasila
sebagai asas. Sementara golongan Marhaen menjadi Partai Demokrasi Perjungan.
Partai yang semakin sedikit membuat pemikiran semakin sedikit, kontrol Orde
Baru terhadap pemikiran juga sangat ketat.
Imbas dari
kontrol organisasi mempengaruhi pemikiran. Saat pemerintahan Orde Baru
Organisasi Masyarakat yang adapun berafiliasi kepada pemerintah. Organisasi
KNPI dianggap kepanjangan tangan oleh Pemerintah. Hal ini membuat apatis para
pemuda yang tidak percaya organisasi pemerintah.
Runtuhnya Orde
Baru membuat pemikaran yang tadinya tersumbat menjadi mencair. Organisasi
banyak bermunculan. Euphoria mengenai kebebasan berpendapat kembali bergelora.
Munculnya ormas-ormas menandakan adanya kebebasan hak untuk berpendapat. Namun
sayang, ormas-ormas yang bermunculan (terutama di Jakarta) berbasis suku dan
agama.
Issu SARA
sangat sensitive di Indonesia, banyaknya ormas yang berlandaskan SARA adalah
menandakan kemerosotan cara berfikir bangsa ini. Mereka membuat ormas
kedaerahan yang bertujuan membentuk integritas bangsa, namun bukankah dalam
bentuk kedaerahan malah menjadi eksklusif? Dan ormas keagamaan menjadi polisi
masyarakat menjadi sebuah anti thesis aparat kepolisian yang dianggap gagal
menjaga masyarakatnya?
Sementara Partai politik yang ada saat ini juga kabur
mengenai pandangan politiknya, saya menyangsikan banyak partai mengerti
mengenai ideologi dasar partai mereka, pandangan politik yang sempit bisa
dilihat dari banyaknya “kutu loncat” politisi yang senang berpindah partai.
Kekeringan ide dan gagasan ini membuat Indonesia seperti tanpa visi menjelang
2014. Pemilihan Umum yang memilih anggota DPR seperti kehilangan gairahnya, dan
calon Presiden tidak ubahnya seperti ritual tahunan yang apapun dan siapapun
pemenangnya tidak merubah Indonesia.