Fenomena caleg saat ini memang
luar biasa. Keinginan memperbaiki nasib suatu bangsa (atau pribadi) membuat para caleg ini mendaftarkan
diri secara seukarela. Ada yang berasal dari tingkat pendidikian tinggi hingga
dasar. Landasan berfikir partai mungkin ingin memberikan nuansa baru kepada
masyarakat bahwa sekarang partai mempunyai caleg merakyat. Hal itu dibuktikan
ketika mereka memberikan nama-nama yang familiar didaerah. Partai ini membuka
kesempatan kepada caleg yang berprofesi sebagai tukang sayur, tukang gorengan
ataupun yang lainnya untuk mendaftar.
Sebenarnya
tidak ada yang salah. Namun bila kita berbicara mengenai calon dewan apakah
dengan kemampuan yang dimiliki mereka kita bisa menitipkan Indonesia kepada
mereka? memang kdemokrasi menjamin semua warga negara berhak memilih siapa yang
dipilih tapi memilih juga berdasarkan kaulitas kan??
Fenomena
caleg “merakyat” ini menurut saya adalah kegagalan partai terhadap pengkaderan
yang dilakukan. Partai paham betul tingkat kecerdasan pemilih di Indonesia.
Dengan sebotol air minuman ringan saja pemilih bisa memilih caleg
tersebut. Rasa empati yang tinggi.
Sungguh ironi memang. Sebenarnya mudah saja melihat tingkat kecerdasan
masyarakat indonesia. Lihat rating acara yang ada dan temukan hasilnya!
Ternyata acara naga terbang dan sinetron selalu menghilang menjadi pavorit.
Itu
sudah menunjukkan bahwa kualitas mayoritas masyarakat Indonesia. Secara
kuantitas memang sarjana di indonesia begitu banyak, namun apakah sebanding
dengan kualitasnya? I dont think so?! Kualitas Sarjana kita juga bisa
dipertanyakan, betapa banyak penelitian di lakukan oleh sarjana kita namun
nampaknya hanya berakhir di perpustakaan saja.
Inilah kausalitas mengapa adanya fenomena caleg “merakyat” di Indonesia.
Demokrasi di Indonesia tidak salah, melainkan orangnya
yang salah. Masyarakat kita memang harus dicerdaskan. Saya berfikir bagaimana
nanti di DPR diisi orang yang tidak sesuai kompetensinya?! Apajadinya Indonesia
di liam tahun mendatang, apakah lebih baik atau sebaliknya?!!.