Mengenai Saya

Foto saya
jika saya menilai diri saya sendiri maka sudut subjektif akan selalu menemani dengan setia maka alangkah lebih baiknya pembaca blog saya yang menilai tentang saya.

Senin, 18 Maret 2013

Ironi Demokrat dan Demokrasi Kita


Annas Urbaningrum

Akhir-akhir ini kita disuguhkan dengan bursa bakal calon ketua umum partai berkuasa (baca: Demokrat). Hal ini dikarenakan ketua umum sebelumnya Annas Urbaningrum di lengserkan karena terjerat kasus korupsi. Terjeratnya Annas menjadi hal yang krusial, terutama momentum pemilihan umum yang akan berjalan di 2014. Annas yang mundur bukan serta merta mundur begitu saja, sinyal-sinyal Annas bakal terkena kasus bisa dilihat saat SBY memberikan simbol “pakta integritas” serta status BB Annas yang membuat kata “Sengkuni”. Sengkuni adalah tokoh perwayangan yang menghancurkan (musuh dalam selimut). Annas dan SBY adalah orang Jawa, mereka menggunakan simbol dalam melontarkan kebijakan yang bersifat politik, politik santun ala Jawa coba diperagakan di partai ini, namun KPK tidak melihat kemunafikan ini sebagai sebuah tameng. KPK lalu menjerat Annas sebagai tersangka (sebelumnya sudah ada Andi Malaranggeng-Anggie-Nazarudin).
                Mundurnya Annas baru babak baru, lembaran-lembaran episode (Annas menyebutnya sebagai sebuah sinetron dalam sebuah wawancara di media televisi). Demokrat bergegas mencari pengganti. SBY yang sekaligus kepala pemerintahan juga dipusingkan (padahal seharusnya cukup pusing memikirkan rakyat dari Sabang sampai Marauke). Elite Demokrat terpecah faksi, yakni Cikeas dan Kebon Nanas. Sebagai partai yang memenangi pemilu 2009 Demokrat dengan mudah mempunyai kader partai dimana-mana, namun inilah yang terjadi ketika terjadi dua faksi maka pertentangan akan meruncing.
                Sementara saya menjadi ironi jika partai pemenang pemilu (mayoritas) sibuk dengan urusan interen partainya sendiri, bagaimana dengan rakyat yang katanya mereka bela?? Seharusnya jika  sudah memasuki lembaga yang mengatasnamakan rakyat maka kita harus melepas apa yang disebut dengan kepentingan golongan! Kita selalu disajikan dengan berita yang seolah Indonesia negara demokrasi, namun jika demokrasi kita menghasilkan anarki?! Berapa lama lagi kita bisa mengenal Indonesia??
                Diakhir tulisan ini saya mengingatkan bahaya disintegrasi, perpecahan yang meruncing bisa membawa kehancuran Indonesia. Elit partai yang bertarung seolah memberi contoh “yang buruk”, karena memang sejatinya demokrasi kita masih berupa kulit ari. Amerika yang katanya menjunjung demokrasi (merdeka 1776 atas Inggris) baru menghargai hak wanita dalam Pemilu pada tahun 1960an, sementara ide demokrasi itu sendiri oleh Yunani dengan menghilangkan suara bagi budak dan perempuan. Saya bukan anti-demokrasi tapi akankah lebih baik jika kita memiliki prinsip yang jelas dulu tentang demokrasi. Karena demokrasi Indonesia masih bersifat absurd.