Mengenai Saya

Foto saya
jika saya menilai diri saya sendiri maka sudut subjektif akan selalu menemani dengan setia maka alangkah lebih baiknya pembaca blog saya yang menilai tentang saya.

Rabu, 05 September 2012

BAHASA INDONESIA VS BAHASA PERGAULAN

Bahasa Indonesia Bahasa Persatuan??

            Saya masih mengingat betapa sulitnya guru-guru bahasa Indonesia mengajarkan pelajaran Bahasa Indonesia dari SD sampai SMA. Bahkan pelajaran Bahsa Indonesia cukup banyak memakan waktu pelajaran dibanding mata pelajaran Agama, Sejarah maupun PKN (Pengertian dalam bentuk sarkasme adalah, siswa dituntut mengerti Bahasa Induk dibanding latar belakang serta norma dan agamanya).
            Saya mengingat konsep bahasa Indonesia pertama kali didengungkan ketika sumpah pemuda ke II tahun 1928. Secara historis, bahasa indonesia tidak ada pada zaman itu, bahasa yang dipakai adalah bahasa Melayu, bahasa melayu dipakai dikarenakan pengguna bahasa tersebut tersebar dari pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Namun untuk sebuah konsepsi negara persatuan yang disebut dengan indonesia, maka para pemuda menggunakan imajinasi mereka untuk membuat bahasa persatuan yang disebut dengan Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia akhirnya dikenalkan pada tahun 1928 dalam bentuk imajinernya, semua yang hadir dalam rapat Pemuda tersebut menerima dengan baik.
            Bahasa Indonesia adalah simbol perlawanan, bahasa Indonesia adalah anti thesis dari bahasa Belanda (bahasa penjajah Kolonial) Bahasa Indonesia menjadi sebuah simbol perlawanan ketika sistem kemapanan (baca: Penjajah) terus melakukan ekploitasi dalam bentuk drainage Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Manusia (SDA). Bahasa Indonesia ditempatkan sebagai bahasa pemersatu, namun hanya sebagai simbol! bahasa Indonesia kurang mendapat penelitian yang baik dikarenakan kesibukan  pemimpin di Indonesia saat menjalani Perang Dunia II. Kedatangan Jepang ke Indonesia membawa perubahan yang signifikan. Bahasa Indonesiadiijinkan  menjadi bahasa pengantar, Bahasa Belanda menjadi terlarang, kiprah bahasa Indonesia naik saat penjajahan Jepang dan akan dilanjut dengan paska kemerdekaan Indoneisa 1945.
            Presiden Indonesia pernah berkata, beliau lebih suka menulikan namanya dengan ejaaan bahasa Indonesia yakni SUKARNO dibanding dengan ejaan Belanda yakni SOEKARNO, walau dalam teks Proklamasi dia tetap menuliskan namanya Soekarno, tapi jelas ini adalah simbol perlawanan dari seorang Sukarno terhadap pemerintah kolonial. Bahsa Indoneisa mengalami perubahan pada masa Suwanti (sekitar tahun 1947an) hingga menjadi ejaan yang di sempurnakan EYD (sekitar 1970an)
            Ketika memasuki masa moderen, Bahasa Indonesia mengalami kompleksitasnya tersendiri, bahasa pemersatu ini mulai kehilangan perekatnya, hal ini dikarenakan adanya bahasa pergaulan, bahasa pergaulan adalah budaya Populer yang selalu ada setiap zamannya. Secara kasat mata, Bahasa Indonesia adalah bahasa teoritis, kaku, penuh dengan aturan. Sementara itu bahasa pergaulan adalah bahasa praktek, luwes, mempunyai kesan anti kemapanan. Bahsa Indoneisa mempunyai lawan yang setimpal dengan kompleksitas geografisnya.
            Jika kita melihat apa yang terjadi di indoneisa mengapa ada persentase bahwa masyarakat agak sulit memahami bahsaa Indonesia dikarenakan jarangnya digunakan bahasa ini dengan baik dan benar, jikapun ada itu hanya ada di acara televisi TVRI yakni BINAR (BERRBICARA BAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR) saya melihat asumsi bahwa nantinya bahasa Indoneia akan menjadi bahasa kedua dalam skala nasional dikarenakan kalah populer dengan bahasa pergaulan.
            Bahasa pergaulan identik dengan anak muda yang mempunyai tingkat konsumtif tinggi dalam menikmati hedonisme, mereka mencari jati diri dengan merubah kemapanan bahkan dalam struktur bahasa serta cara berfikir, lalu jika saya ambil contoh setiap kita melihat film, baik itu dilayar lebar maupun sinetron rata-rata mereka menggunakan bahasa pergaulan seperti kata-kata yang sering keluar adalah “ngga” “gue” “lu” semua itu merupakan bahasa pergaulan, jika ditelisik lebih lanjut, bahasa tersebut adalah bahasa daerah di DKI Jakarta yakni bahasa Betawi, bahasa Betawi yang tercampur dalam penambahan istilah asing serta pesingkatan kalimat membuat sesuatu yang baru namun lama (jika kita ingat tahun 1990an ada bahasa namanya bahasa prokem) sehingga budaya populer dalam bahasa ini bisa dikategorikan kreativitas anak muda yang memandang Bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua.
            Bahasa pergaulan adalah bahasa yang khas pada anak muda, mereka mencoba mengganti tatanan yang baku dengan semangat mereka, sementara itu media massa juga turut berperan mengakomodir kreativitas mereka, dalam hal ini kita tidak bisa menyalahkan anak muda kreatif tersebut, jelas mereka mencoba menunjukan eksistensinya. Memang dilema jika melihat apa yang terjadi dinegeri ini, manusia-manusia kreatif sulit bergerak dinegeri ini, termasuk anak muda, jika melihat para peneliti di Indonesia mereka lebih suka meneliti diluar karena diberikan ruang, dana dan kebebasan smentara di indoneisa jarang! Dan jangan kaget jika melihat anak STM banyak yang tawuran, hal itu dikarenakan bengkel mereka tidak ada disekolah, sehingga mereka mencarinya dijalan.
            Diakhir penutup dari kesimpulan saya adalah, mempergunakan bahasa Indonesia adalah sesuatu yang mutlak diperlukan, namun jka semua komponen masayarakat bahkan pemerintahan menutup mata dengan mempergunakan bahasa pergaulan maka jangan kaget jika di suatu saat nanti Bahasa Indonesia akan berganti bahasa pergaulan dan menjadikan Bahasa Inggris menjadi nomer dua (karena Bahasa Inggris masuk UN, Logikanya bahasa Inggris merupakan kebutuhan selain bahasa Indonesia) baru bahasa Indonesia lalu disusul bahasa daerah masing-masing. Memang diperlukan keseriusan dalam menagani masalah ini, dengan menggandeng media massa agar menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar maka secara aturan tertib sosial masyarakat akat tergiring untuk melakukan evolusi habitat dengan melakukan rotasi pemikiran dan ucapan. Semoga.