Saya
akhir-akhir ini berfikir, mengapa ada ketertakutan menyampaikan materi
terlampau dalam kepada anak-anak SD kelas lima akan membuat mereka pusing?? Hal
ini dikarenakan ketika saya hendak mengajar ada seorang rekan guru yang
menyampaikan agar materi yang diberikan tidak terlalu mendalam! Jelas hal ini
membuat saya bingung. Saya adalah orang yang suka mengeksplore suatu materi,
entah itu dari bacaan buku, internet maupun media yang lain. Jika, saya
memberikan suatu materi yang dalam kepada anak SD yang notabenenya baru kelas
lima saya dianggap salah dimata “mereka”.
Materi yang
saya ajarkan adalah ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Pelajaran yang satu ini adalah
pelajaran yang “cukup” membosankan. Saya tidak memungkiri banyak faktor yang
mengakibatkan para pelajar memberikan julukan seperti itu, entah karena banyak
teori, banyak fakta yang harus dimengerti, lalu tanggal-tanggal yang wajib di
hapal serta nama orang yang tidak kita kenal menjadi bumbu dalam pelajaran ini.
Saya adalah mantan mahasiswa jurusan sejarah, dan dikelas lima banyak materi
sejarah yang bercerita tentang sejarah Indonesia dari zaman kerajaan sampai
paska kemerdekaan.
Awalnya saya
mengajar dengan beracuan kepada buku “paket” sekolah ditambah dari sumber
referensi yang lain, saya memberikan materi dengan semangat, namun ada kritikan
kepada saya jika anak SD tidak perlu diberikan materi terlalu banyak soal
IPS,apalagi tentang soal yang berbau analisis. Saya bingung?! Memang sebegitu
bodohnya anak SD kelas lima untuk diberikan pengetahuan secara setengah-setengah,
tentu batasan untuk anak SD saya juga paham, bahwa soal analisis hanya untuk
satu atau maksimal untuk dua langkah.
Sebagai (eks)
mahasiswa sejarah, sudut pandang saya adalah sejarah sentris, lihat peran
ekstrem para golongan muda untuk mengamankan Soekarno dan Hatta, kemudian
bagaimana Amir Sjarifudin menolak bekerja sama dengan pihak Jepang ketika dia
menjadi mahasiswa, lalu bagaimana mudanya para pemimpin Indonesia dalam kancah
perpolitikan internasional seperti Tan Malaka, Sutan Sjahrir, Semaoen dan D.N
Aidit. Mereka adalah golongan muda! Lalu apa salah saya memberikan harapan
perubahan kepada bibit-bibit terbaik bangsa ini??
mikir pak.. |
Sudah saatnya
kita bersikap tegas untuk melawan pembodohan secara halus ini, dunia kita penuh
dengan kapitalisme, pengambilan jati diri secara diam-diam. Mereka dengan
pintar mengeksploitasi secara halus semua kegiatan kita, sampai di sektor
pendidikan! rata-rata (berarti tidak semua) guru-guru menganggap “kurang pintar
dan pengalaman” baca:Bodoh para siswanya kita jangan lupa, sekarang zaman telah
berubah, para siswa dapat mengakses informasi dari mana saja. Internet sudah
menjadi media yang populer. Jika terus bermuslihat dan tetap berdiam diri, maka
peran guru tidak lebih dari sebuah simbol
stagnasi, bukankah proses belajar berarti “dari tidak tahu menjadi
tahu??”.